SENI DAN ESTETIKA

SENI

Menurut filsuf Martin Heidegger, der Wille zur Macht- Nietzsche tidaklah diartikan secara harafiah sebagai 'kehendak untuk berkuasa'. Kehendak di sini diartikan sebagai kehendak untuk mengatasi rintangan. Lalu rintangan yang seperti apa yang dimaksudkan? Rintangan terbesar adalah 'kebenaran', karena dia mencerminkan pengkristalan dari pandangan atau perspektiv. Der Wille zur Macht tidak dapat berhenti pada sebuah pandangan atau perspektiv, oleh karena menurut Nietzsche, dia memiliki karakter dasar untuk adil. Adil dalam arti mengakui masing-masing kebenaran yang ada. Arti lebih mendalam : setiap perspektiv harus diamati dan dicermati. 'Kebenaran' dianggap sebagai semacam kekeliruan. Oleh sebab itu harus ada sesuatu untuk meng-atasi kebenaran, yakni seni. Karena seni tidak pernah cukup puas dengan sebuah perspektiv atau pandangan (dibaca: pada sebuah kebenaran). Kata seni di sini bukanlah sekedar berarti seni dalam arti yang sempit, untuk subyek yang ber-seni, melainkan kata lain dari 'yang menjadi atau yang akan datang' (Das Werden). Dan dia lebih intim dengan kehidupan [1] daripada dengan kebenaran.
Secara general, seni adalah kreativitas yang dimunculkan manusia untuk memproses material yang ada di dunia sehingga berfungsi bagi kehidupan umat manusia dan dapat diserap oleh panca indera kita.
Secara real, manfaat seni untuk masyarakat itu apa?
Seni dilihat dari dua hal. Pertama, intrinsiknya. Disini, seni bermanfaat untuk sendiri dan memiliki logika untuk seni itu sendiri. Seni seperti ini seperti onani di kamar, setelah muncrat selesai.
Kedua, seni mengabdi pada unsur ektrensiknya, yaitu hal-hal di luar seni. Dalam arti ini, seni berfungsi untuk memperbaiki kehidupan umat manusia. Seni kemudian dipakai sebagai media untuk merekam dan menggambarkan kondisi sosial yang ada dan memberikan jawaban atas permasalahan di masyarakat. Bagi saya, inilah implikasi seni yang terbaik yaitu ketika seni bisa memotret dan menjelaskan permasalahan di masyarakat.Untuk contoh realnya, kita lihat dulu media seni itu sendiri dapat dibagi menjadi seni murni (rupa), trimarta (tiga dimensi), sastra, fotografi, musik, dsb

ESTETIKA

ISTILAH "estetika" muncul pertama kali pada pertengahan abad ke-18, melalui seorang filsuf Jerman, Alexander Baumgarten. Sang filsuf memaksudkan estetika sebagai ranah pengetahuan sensoris, pengetahuan rasa yang berbeda dari pengetahuan logika, sebelum akhirnya ia sampai kepada penggunaan istilah tersebut dalam kaitan dengan persepsi atas rasa keindahan, khususnya keindahan karya seni. (Estetika berasal dari kata aistheton atau aisthetikos, Yunani Kuno, yang berarti persepsi atau kemampuan mencerap sesuatu secara indrawi). Emmanuel Kant melanjutkan penggunaan istilah tersebut dengan menerapkannya untuk menilai keindahan baik yang terdapat dalam karya seni maupun dalam alam. Seiring perjalanan waktu, konsep estetika kemudian berkembang lebih luas. Estetika bukan melulu kualifikasi atas penilaian-penilaian atau evaluasi-evaluasi belaka, melainkan pula menyangkut penelusuran sifat-sifat dan manfaat/kegunaan, ragam penyikapan, pengalaman-pengalaman, dan penikmatan atas nilai-nilai keindahan tersebut. Bahkan kemudian penerapannya tidak lagi dibatasi oleh bingkai konsepsi keindahan semata-mata. Domain estetika menjadi jauh lebih luas ketimbang sekadar penikmatan karya-karya seni secara estetik sekalipun.

0 comments